
Salah satu upaya untuk meralisasikan kebijakan Perundang-undangan tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah), adalah melaksanakan program Capacity Building secara terorganisir. Capacity Building pada dasarnya adalah merupakan suatu tindakan kegiatan nyata bagi setiap orang/individu ataupun organisasi/lembaga, di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif, efisien dan penuh tanggung jawab, serta terkoordinasi dengan baik semua program yang ada sebagaimana mestinya, Oleh karenanya, untuk membantu terrealisasinya pelaksanaan program capacity building bagi individu/organisasi/lembaga dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut, tentu memerlukan pemberdayaan tersendiri yang dilakukan melalui proses pendampingan secara bersinambungan atau terus menurus, sebab program capacity building merupakan kegiatan yang tidak statis, hal ini dimaksudkan agar setiap orang/individu/organisasi yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan program, khususnya program WISMP, akan memperoleh suatu peningkatan kemampuan baik berupa ketrampilan maupun pengalaman yang berstruktur sekaligus terjadinya perubahan sikap percaya diri dalam melaksanakan program kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsinya.
Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan di lapangan/daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, bahwa dengan terjadinya peralihan pengelolaan program/proyek yang tadinya dilaksanakan secara tersentralistis dan sekarang dengan keluarnya perundanga-undangan tersebut di atas, maka pengelolaan program sebagian besar dilakukan secara terdesentrasi, dalam hal mana pengelolaan/penanganan program diserahkan ke pemerintah daerah (masyarakat maupun staff pemerintah setempat), sementara pada sisi lain kesiapan masyarakat maupun staff pemerintah daerah pada umumnya masih belum siap dengan kenyataan ini, oleh karenanya pelaksanaan program capacity building perlu dilaksanakan secara terencana dan konsesten, terutama pada program WISMP APL I.
Dalam rangka untuk merealisasikan program capacity building tersebut di atas, tim konsultan IDPIM WISMP Propinsi Jawa Barat, pada bulan February 2009, telah membantu mendampingi Bepeda selaku PMU untuk dapat merealisasikan pelaksanaan program Capacity Building tersebut, khususnya yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Bapeda, baik selaku PMU maupun PIU, antara lain adalah Konsolidasi dan koordinasi dengan BAPEDA, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten. mengenai Laporan akhir kegiatan T.A. 2008 dan rencana program kegiatan T.A. 2009, Laporan akhir pendampingan oleh TPM/KTPM, Laporan PSETK, Membantu menyiapkan draft schedule kegiatan untuk TA 2009, Konsolidasi draft schedule rencana program T.A. 2009 dengan Bapeda kabupaten Cianjur, Sukabumi, Bandung Induk dan Karawang, Koordinasi dengan Bapeda Propinsi dan Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Karawang, tentang hal-hal yang terkait dengan data-data yang terkait dengan monitoring dan evaluasi progress kegiatan TA 2008, Profil DI dan status perkembangan GP3A (Profil GP3A).
Paradigma kebijakan pada fungsi lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang selama ini dikenal sebagai lembaga/wadah organisasi social dan lebih banyak mengurusi pengaturan air dengan wilayah pengelolaan air irigasi yang sangat terbatas yaitu hanya pada batas tersier atau daerah irigasi pedesaan seperti yang dinyatakan dalam inpres N0. 2 tahun 1984. telah diperbaharui menjadi suatu lembaga/wadah organisasi yang memiliki otoritas otonom, mandiri, dan mengakar di masyarakat bersifat social ekonomi, budaya yang berwawasan lingkungan, dan berazaskan gotong royong, serta pemberian kemudahan dan peluang kepada masyarakat petani untuk secara demokratis membentuk unit usaha ekonomi dan bisnis yang berbadan hukum di tingkat usaha tani.Artinya fungsi P3A/GP3A/IP3A saat ini lebih diarahkan pada, usaha untuk memperbaiki kondisi social ekonomi para anggotanya melalui pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang terprogram/terencana dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga keberlanjutan sistem irigasi yang ada dapat terjamin keberadaannya yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani khususnya para anggota P3A/GP3A/IP3A.
Oleh karenanya, dalam rangka untuk merealisasikan semangat dari pada PP 20 Tahun 2006, sudah barang tentu dibutuhkan pemberdayaan masyarakat petani/ P3A/GP3A/IP3A secara bersinambungan/terus menerus, dan selalu berkoordinasi dengan lembaga Komisi Irigasi, dimana keberadaan Komisi Irigasi (Komir) pada dasarnya merupakan lembaga strategis, yang mempunyai fungsi koordinasi dan komunikasi antara pemerintah provinsi/kabupaten/kota, Perkumpulan Petani Pemakai Air tingkat Daerah Irigasi dengan pengguna jaringan irigasi untuk keperluan lainnya pada provinsi/kabupaten/kota dan salah satu tugas Komir, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 31/PRT/M/2007 adalah turut serta merumuskan rencana pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang meliputi prioritas penyediaan dana, pemeliharaan, dan rehabilitasi, selain dari itu Komisi Irigasi juga berperan untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan hak masyarakat petani yang tergabung di dalam kelembagaan P3A/GP3A/IP3A, dalam upaya pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif, merumuskan rencana tata tanam usaha tani yang telah disiapkan oleh instansi tekait, dan turut serta membantu menyalurkan usaha pertanian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 Tentang Irigasi maupun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT/M/2007 dan nomor 33/PRT/M/2007, tersirat bahwa pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A yang dimaksud di atas, adalah suatu pemberdayaan yang diarahkan untuk memandirikan organisasi sehingga dapat berperan secara aktif dalam semua proses kegiatan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi yang dilakukan secara terus menerus atau dengan kata lain tidak sesaat. Misalnya adanya keterlibatan secara langsung pada saat proses kegiatan penyusunan Profil Sosial Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK), proses SID (Survey, Investigasi dan Design), pekerjaan konstruksi, maupun kegiatan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi,(termasuk pembiayaan) dan tentunya tujuan pemberdayaan ini dimaksudkan dalam kerangka untuk terjadinya penguatan dan peningkatan kemampuan kelembagaan itu sendiri menjadi suatu lembaga mandiri, otonom dan berdaya guna bagi anggotanya.
Oleh karenanya, dalam rangka untuk merealisasikan semangat dari pada PP 20 Tahun 2006, sudah barang tentu dibutuhkan pemberdayaan masyarakat petani/ P3A/GP3A/IP3A secara bersinambungan/terus menerus, dan selalu berkoordinasi dengan lembaga Komisi Irigasi, dimana keberadaan Komisi Irigasi (Komir) pada dasarnya merupakan lembaga strategis, yang mempunyai fungsi koordinasi dan komunikasi antara pemerintah provinsi/kabupaten/kota, Perkumpulan Petani Pemakai Air tingkat Daerah Irigasi dengan pengguna jaringan irigasi untuk keperluan lainnya pada provinsi/kabupaten/kota dan salah satu tugas Komir, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 31/PRT/M/2007 adalah turut serta merumuskan rencana pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang meliputi prioritas penyediaan dana, pemeliharaan, dan rehabilitasi, selain dari itu Komisi Irigasi juga berperan untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan hak masyarakat petani yang tergabung di dalam kelembagaan P3A/GP3A/IP3A, dalam upaya pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif, merumuskan rencana tata tanam usaha tani yang telah disiapkan oleh instansi tekait, dan turut serta membantu menyalurkan usaha pertanian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 Tentang Irigasi maupun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT/M/2007 dan nomor 33/PRT/M/2007, tersirat bahwa pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A yang dimaksud di atas, adalah suatu pemberdayaan yang diarahkan untuk memandirikan organisasi sehingga dapat berperan secara aktif dalam semua proses kegiatan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi yang dilakukan secara terus menerus atau dengan kata lain tidak sesaat. Misalnya adanya keterlibatan secara langsung pada saat proses kegiatan penyusunan Profil Sosial Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK), proses SID (Survey, Investigasi dan Design), pekerjaan konstruksi, maupun kegiatan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi,(termasuk pembiayaan) dan tentunya tujuan pemberdayaan ini dimaksudkan dalam kerangka untuk terjadinya penguatan dan peningkatan kemampuan kelembagaan itu sendiri menjadi suatu lembaga mandiri, otonom dan berdaya guna bagi anggotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar