Jumat, 26 Juni 2009

HUKUM

I. HUKUM MENURUT BAHASA INDONESIA
Hukum adalah suatu
sistem aturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum. Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.

Adat adalah gagasan
kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Asal kata adat
Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan
Arab yang tinggal di Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660) "Adat" berasal dari bahasa Arab Adah yang berarti "kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat". Di Indonesia kata Adat baru digunakan pada sekitar akhir abad 19. Sebelumnya kata ini hanya dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya dengan agama Islam pada sekitar abad 15-an. Kata ini antara lain dapat dibaca pada Undang-undang Negeri Melayu Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis pemerintahan di dunia.


II. CITA NEGARA HUKUM INDONESIA KONTEMPORER
Abstrak:
Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Kata Kunci: ‘rechtsstaat’,‘the rule of law’, Negara Hukum

Pendahuluan
Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws” , jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.

Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
· Perlindungan hak asasi manusia.
· Pembagian kekuasaan.
· Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
· Peradilan tata usaha Negara.

Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
· Supremacy of Law.
· Equality before the law.
· Due Process of Law.


Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah:
· Negara harus tunduk pada hukum.
· Pemerintah menghormati hak-hak individu.
· Peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Profesor Utrecht membedakan antara Negara hukum formil atau Negara hukum klasik, dan negara hukum materiel atau Negara hukum modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti materiel yaitu ‘the rule of just law’.

Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara hukum di zaman sekarang.

Dari uraian-uraian di atas, menurut pendapat saya, kita dapat merumuskan kembali adanya dua-belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Kedua-belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya.

Supremasi Hukum (Supremacy of Law):
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Pengakuan normative mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’. Bahkan, dalam republik yang menganut sistem presidential yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai ‘kepala negara’. Itu sebabnya, dalam sistem pemerintahan presidential, tidak dikenal adanya pembedaan antara kepala Negara dan kepala pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.

Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law):
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’ yang tidak termasuk pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing atau kelompok masyarakat hukum adapt tertentu yang kondisinya terbelakang. Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaum wanita ataupun anak-anak terlantar.

Asas Legalitas (Due Process of Law):
Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and procedures’ (regels). Prinsip normatif demikian nampaknya seperti sangat kaku dan dapat menyebabkan birokrasi menjadi lamban. Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang, diakui pula adanya prinsip ‘frijsermessen’ yang memungkinkan para pejabat administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’ atau ‘policy rules’ yang berlaku internal secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.

Pembatasan Kekuasaan:
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.

Organ-Organ Eksekutif Independen:
Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula adanya pengaturann kelembagaan pemerintahan yang bersifat ‘independent’, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, ada pula lembaga-lembaga baru seperti Komisi Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum, lembaga Ombudsman, Komisi Penyiaran, dan lain sebagainya. Lembaga, badan atau organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif untuk menentukan pengangkatan ataupun pemberhentian pimpinannya. Independensi lembaga atau organ-organ tersebut dianggap penting untuk menjamin demokrasi, karena fungsinya dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan. Misalnya, fungsi tentara yang memegang senjata dapat dipakai untuk menumpang aspirasi pro-demokrasi, bank sentral dapat dimanfaatkan untuk mengontrol sumber-sumber kekuangan yang dapat dipakai untuk tujuan mempertahankan kekuasaan, dan begitu pula lembaga atau organisasi lainnya dapat digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Karena itu, independensi lembaga-lembaga tersebut dianggap sangat penting untuk menjamin prinsip negara hukum dan demokrasi.

Peradilan Bebas dan Tidak Memihak:
Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara Hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Dalam menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh memihak kepada siapapun juga kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Namun demikian, dalam menjalankan tugasnya, proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus bersifat terbuka, dan dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan, hakim harus menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hakim tidak hanya bertindak sebagai ‘mulut’ undang-undang atau peraturan perundang-undangan, melainkan juga ‘mulut’ keadilan yang menyuarakan perasaan keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Peradilan Tata Usaha Negara:
Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi Negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin agar warga negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Jika hal itu terjadi, maka harus ada pengadilan yang menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi warga Negara, dan harus ada jaminan bahwa putusan hakim tata usaha Negara itu benar-benar djalankan oleh para pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Sudah tentu, keberadaan hakim peradilan tata usaha negara itu sendiri harus pula dijamin bebas dan tidak memihak sesuai prinsip ‘independent and impartial judiciary’ tersebut di atas.

Peradilan Tata Negara (Constitutional Court):
Di samping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara, Negara Hukum modern juga lazim mengadopsikan gagasan pembentukan mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya mahkamah konstitusi (constitutional courts) ini adalah dalam upaya memperkuat sistem ‘checks and balances’ antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, mahkamah ini dibweri fungsi untuk melakukan pengujian atas konstitusionalitas undang-undang yang merupakan produk lembaga legislatif, dan memutus berkenaan dengan berbagai bentuk sengketa antar lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan. Keberadaan mahkamah konstitusi ini di berbagai negara demokrasi dewasa ini makin dianggap penting dan karena itu dapat ditambahkan menjadi satu pilar baru bagi tegaknya Negara Hukum modern.

Perlindungan Hak Asasi Manusia:
Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum dalam arti yang sesungguhnya.

Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat):
Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Dengan demikian, negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtsstaat’, melainkan ‘democratische rechtsstaat’ atau negara hukum yang demokratis. Dengan perkataan lain, dalam setiap Negara Hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap Negara Demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum.

Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat):
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak akan terjebak menjadi sekedar ‘rule-driven’, melainkan tetap ‘mission driven’, tetapi ‘mission driven’ yang tetap didasarkan atas aturan.

Transparansi dan Kontrol Sosial:
Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya partisipasi langsung ini penting karena sistem perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Karena itulah, prinsip ‘representation in ideas’ dibedakan dari ‘representation in presence’, karena perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Demikian pula dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim, dan pejabat lembaga pemasyarakatan, semuanya memerlukan kontrol sosial agar dapat bekerja dengan efektif, efisien serta menjamin keadilan dan kebenaran.

Dalam sistem konstitusi Negara kita, cita Negara Hukum itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan gagasan kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan. Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum perubahan, ide Negara hukum itu tidak dirumuskan secara eksplisit, tetapi dalam Penjelasan ditegaskan bahwa Indonesia menganut ide ‘rechtsstaat’, bukan ‘machtsstaat’. Dalam Konstitusi RIS Tahun 1949, ide negara hukum itu bahkan tegas dicantumkan. Demikian pula dalam UUDS Tahun 1950, kembali rumusan bahwa Indonesia adalah negara hukum dicantumkan dengan tegas. Oleh karena itu, dalam Perubahan Ketiga tahun 2001 terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai ini kembali dicantumkan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Kiranya, cita negara hukum yang mengandung 12 ciri seperti uraian di atas itulah ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu sebaiknya kita pahami. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH

Rabu, 24 Juni 2009


Pemberdayaan Masyarakat Petani

LEMBAGA PENGKAJIAN & PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT



Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Social Ekonomi Masyarakat (LP2SEM), pada prinsipnya didasarkan oleh adanya tekad dari sejumlah tenaga ahli profesional yang telah berpengalaman dalam bidang pembangunan masyarakat perdesaan dan perkotaan, untuk turut serta mengabdi dan membantu jalannya proses pembangunan masyarakat Indonesia menuju masyarakat madani yang bertanggung jawab dan mandiri, sesuai dengan cita-cita proklamasi Indonesia tahun 1945, melalui program-program pembangunan baik yang dicanangkan oleh Pemerintah maupun Non Pemerintah (swasta). Maksud dan tujuan LP2SEM adalah turut serta mendorong terjadinya partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan nasional yang tangguh menuju masyarakat madani yang bertanggung jawab dan mandiri, melalui program pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Petani. Dalam upaya mencapai tujuannya, LP2SEM senantiasa berpegangan pada azas Pancasila.
Dalam proses pelaksanaan kegiatannya LP2SEM menganut prinsip-prinsip integral (mempertimbangkan pada multi program dan program terpadu), konseptual (penyelesaian masalah yang fundamental secara ilmiah dan profesional), dan sosiokultural/budaya (senantiasa berpedoman pada prinsip-prinsip dasar budaya daerah setempat) serta berwawasan lingkungan (selalu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip lingkungan yang telah digariskan oleh Pemeintah Pusat maupun Pemerintah Daerah). Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah digariskan, maka LP2SEM senantiasa berpegangan pada prisip kemandirian (Independence), namun untuk mencapai tujuan LP2SEM seperti yang tersebut di atas LP2SEM tetap akan melakukan kerjasama program kegiatan dengan pihak terkait yang memiliki maksud dan tujuan yang sama dengan LP2SEM guna mendanai program kegiatan pembangunan masyarakat kecil/miskin, khususnya yang hidup dan tinggal di Pedesaan.

Program strategis yang akan ditangani oleh LP2SEM adalah:
Memberikan nasihat (advice) dan sumbang saran kepada Pemerintah dan Non Pemerintah melalui kerjasama penanganan proyek-proyeprogram-program pembangunan yang akan dilaksanankan oleh Pemerintah maupun Non Pemerintah dalam bentuk studi-studi/penelitian dan pengembangan agro-sosio-ekonomi yang berkaitan dengan pembangunan desa dan kota melalui proses pendekatan partisipatif.
Menyelenggarakan program pelatihan dalam rangka peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Menciptakan masyarakat yang madani (mandiri dan beriman) disetiap wilayah binaan melalui pola pendekatan peran serta aktif masyarakat/pendekatan partisipatif. Menjalin dan menciptakan kerjasama kegiatan/usaha dalam bidang agribisnis melalui studi/penelitian/pengembangan usaha koperasi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan khususnya di bidang pembangunan sektor pertanian.Tenaga-tenaga ahli yang bergabung di LP2SEM memiliki kemampuan dan pengalaman yang handal dalam memberikan konsultasi kepada Pemerintah maupun Non Pemerintah dalam bidang kegiatan Studi. seperti :

Pengembangan wilayah dan pertanian.
Bidang ini pada intinya berkaitan dengan berbagai kebutuhan studi/penelitian, seperti pengembangan wilayah yang terintegrasi dan pengmbangan agro-ekonomi, pertanian, irigasi, manajemen/pengembangan kelembagaan.

Program Institutional Development Capacity Building (IDCB).
Untuk program Irigasi dan Koperasi/Usaha Kecil dan Menengah yang ada di masyarakat, Pendidikan dan penelitian LP2SEM memiliki kepedulian terhadap pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia oleh karena itu kegiatan LP2SEM dalam bidang ini mencakup pelatihan kepemimpinan, pelatihan manajemen dan organisasi, pelatihan yang terkait dengan sumber daya air dan irigasi, Pertanian dan lain sebagainya. Program Institutional Development Capacity Building untuk program air bersih dan sanitasi lingkungan perdesaan dan kecamatan. Pengembangan sektor industri rumah tangga dan Agribisnis. Pemberdayaan peran wanita (Gender).

KEPENGURUSAN
LP2SEM memiliki struktur organisasi yang terdiri atas Badan pendiri, Dewan Pembina dan Dewan pengurus yang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara dan kepala Divisi yang membidangi 4 (Empat) bidang kegiatan pengabdian, masing-masing Divisi Penelitian dan Pemberdayaan Sosial Ekonomi dan Pertanian, Divisi Pengembangan Capacity Building Sumber Daya Air dan Irigasi, Divisi Pengembangan sektor Industri Rumah Tangga & Agribisnis, Divisi Teknik & Lingkungan. Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa konsultasi pembangunan masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya masyarakat yang berada di pedesaan melalui pendekatan permberdayaan masyarakat secara langsung dengan menggunakan metode PRA (Participatory Research Appraisal). LP2SEM mempunyai tenaga-tenaga ahli yang profesional dari berbagai disiplin ilmu yang telah berpengalaman lebih dari 25 tahun dalam pembangunan masyarakat, dimana mereka telah berhasil menjalin kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta lainnya dengan hasil yang memuaskan. Tenaga ahli yang bernaung di LP2SEM mempunyai pengalaman dalam pekerjaan dibidang riset dan studi, pengmbangan wilayah/lingkungan dan pertanian, jenis pekerjaan pelayanan jasa konsultasi yang pernah ditangani oleh para tenaga ahli LP2SEM adalah:
  • Studi dan pengembangan usaha kecil dan menengah pengrajin rotan Tegalwangi Cirebon bekerjasama dengan Departemen Perdagangan dan Perindustrian Pusat.
  • Pengembangan Koperasi Serba Usaha (KSU) yang berkerjasama dengan Departemen Koperasi Pusat.
  • Studi dan Pengmbangan Koperasi Unit Desa (KUD) yang bekerjasama dengan Departemen Koperasi Pusat, khususnya dalam pemasaran hasil-hasil pertanian anggota KUD.
  • Pengembangan dan pemberdayaan anggota KUD makro di daerah pemukiman transmigrasi di daerah Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan dalam bidang Pengmbangan usaha pertanian, Kegiatan ini bekerjasama dengan Departemen Transmigrasi Pusat.
  • Studi dan pemberdayaan petani terhadap pengemukan sapi (IFAD) di daerah pemukiman transmigrasi Provinsi Sumatera Selatan yang bekerjasama dengan Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan Pusat dan Departemen Koperasi Pusat.
  • Studi sosial ekonomi jemaah haji Indonesia yang bekerjasama dengan Departemen Agama.
  • Studi Pasar Tradisional dan pasar swalayan ditinjau dari harga jual dan kualitas barang di daerah DKI Jakarta, bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta.
  • Pemberdayaan masyarakat luar batang Sunda Kelapa dalam bidang kewiraswastaan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Jakarta.
  • Pembangunan pemukiman lingkungan terarah untuk daerah Klender Jakarta Timur bekerjasama dengan Kantor Menteri Perumahan Rakyat.
  • Program pelatihan pemandu latihan kewiraswastaan bai pjabat Depnaker seluruh Indonesia (24 Provinsi) bekerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja Pusat.
  • Pemberdayaan para pengrajin industri tahu tempe dan para pedagang mie ayam di daerah pemukiman para pengrajin tersebut, khususnya di daerah Jakarta Timuer dan Jakarta Utara bekerjasama dengan Kantor Menteri Pemukiman Rakyat.
  • Proyek penyediaan air bersih dan penyehatan sanitasi lingkunganpemukiman bagi masyarakata pedesaan di daerah Nusa Tenggara Barat bekerjasama dengan Departemen Kesehatan.
  • Proyek penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan pemukiman bagi masyarakat berpendapatan rendah di daerah Maluku berkerjasama dengan Departemen Kesehatan Pusat.
  • Proyek sosialisasi pemukiman bagi penduduk Jatigede Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan bagian proyek Jatigede Provinsi Jawa Barat.
    Integrated Second Development Project (ISDP) bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum direktorat Bina Teknik Pengairan.
  • Farmer Managed Irrigation System Project (FMIS) bekerjasama dengan Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Direktorat Jenderal Pengmbangan Perdesaan Direktorat Pengairan Perdesaan.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI


Salah satu upaya untuk meralisasikan kebijakan Perundang-undangan tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah), adalah melaksanakan program Capacity Building secara terorganisir. Capacity Building pada dasarnya adalah merupakan suatu tindakan kegiatan nyata bagi setiap orang/individu ataupun organisasi/lembaga, di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif, efisien dan penuh tanggung jawab, serta terkoordinasi dengan baik semua program yang ada sebagaimana mestinya, Oleh karenanya, untuk membantu terrealisasinya pelaksanaan program capacity building bagi individu/organisasi/lembaga dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut, tentu memerlukan pemberdayaan tersendiri yang dilakukan melalui proses pendampingan secara bersinambungan atau terus menurus, sebab program capacity building merupakan kegiatan yang tidak statis, hal ini dimaksudkan agar setiap orang/individu/organisasi yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan program, khususnya program WISMP, akan memperoleh suatu peningkatan kemampuan baik berupa ketrampilan maupun pengalaman yang berstruktur sekaligus terjadinya perubahan sikap percaya diri dalam melaksanakan program kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsinya.

Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan di lapangan/daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, bahwa dengan terjadinya peralihan pengelolaan program/proyek yang tadinya dilaksanakan secara tersentralistis dan sekarang dengan keluarnya perundanga-undangan tersebut di atas, maka pengelolaan program sebagian besar dilakukan secara terdesentrasi, dalam hal mana pengelolaan/penanganan program diserahkan ke pemerintah daerah (masyarakat maupun staff pemerintah setempat), sementara pada sisi lain kesiapan masyarakat maupun staff pemerintah daerah pada umumnya masih belum siap dengan kenyataan ini, oleh karenanya pelaksanaan program capacity building perlu dilaksanakan secara terencana dan konsesten, terutama pada program WISMP APL I.

Dalam rangka untuk merealisasikan program capacity building tersebut di atas, tim konsultan IDPIM WISMP Propinsi Jawa Barat, pada bulan February 2009, telah membantu mendampingi Bepeda selaku PMU untuk dapat merealisasikan pelaksanaan program Capacity Building tersebut, khususnya yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Bapeda, baik selaku PMU maupun PIU, antara lain adalah Konsolidasi dan koordinasi dengan BAPEDA, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten. mengenai Laporan akhir kegiatan T.A. 2008 dan rencana program kegiatan T.A. 2009, Laporan akhir pendampingan oleh TPM/KTPM, Laporan PSETK, Membantu menyiapkan draft schedule kegiatan untuk TA 2009, Konsolidasi draft schedule rencana program T.A. 2009 dengan Bapeda kabupaten Cianjur, Sukabumi, Bandung Induk dan Karawang, Koordinasi dengan Bapeda Propinsi dan Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Karawang, tentang hal-hal yang terkait dengan data-data yang terkait dengan monitoring dan evaluasi progress kegiatan TA 2008, Profil DI dan status perkembangan GP3A (Profil GP3A).

Paradigma kebijakan pada fungsi lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang selama ini dikenal sebagai lembaga/wadah organisasi social dan lebih banyak mengurusi pengaturan air dengan wilayah pengelolaan air irigasi yang sangat terbatas yaitu hanya pada batas tersier atau daerah irigasi pedesaan seperti yang dinyatakan dalam inpres N0. 2 tahun 1984. telah diperbaharui menjadi suatu lembaga/wadah organisasi yang memiliki otoritas otonom, mandiri, dan mengakar di masyarakat bersifat social ekonomi, budaya yang berwawasan lingkungan, dan berazaskan gotong royong, serta pemberian kemudahan dan peluang kepada masyarakat petani untuk secara demokratis membentuk unit usaha ekonomi dan bisnis yang berbadan hukum di tingkat usaha tani.Artinya fungsi P3A/GP3A/IP3A saat ini lebih diarahkan pada, usaha untuk memperbaiki kondisi social ekonomi para anggotanya melalui pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang terprogram/terencana dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga keberlanjutan sistem irigasi yang ada dapat terjamin keberadaannya yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani khususnya para anggota P3A/GP3A/IP3A.

Oleh karenanya, dalam rangka untuk merealisasikan semangat dari pada PP 20 Tahun 2006, sudah barang tentu dibutuhkan pemberdayaan masyarakat petani/ P3A/GP3A/IP3A secara bersinambungan/terus menerus, dan selalu berkoordinasi dengan lembaga Komisi Irigasi, dimana keberadaan Komisi Irigasi (Komir) pada dasarnya merupakan lembaga strategis, yang mempunyai fungsi koordinasi dan komunikasi antara pemerintah provinsi/kabupaten/kota, Perkumpulan Petani Pemakai Air tingkat Daerah Irigasi dengan pengguna jaringan irigasi untuk keperluan lainnya pada provinsi/kabupaten/kota dan salah satu tugas Komir, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 31/PRT/M/2007 adalah turut serta merumuskan rencana pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang meliputi prioritas penyediaan dana, pemeliharaan, dan rehabilitasi, selain dari itu Komisi Irigasi juga berperan untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan hak masyarakat petani yang tergabung di dalam kelembagaan P3A/GP3A/IP3A, dalam upaya pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif, merumuskan rencana tata tanam usaha tani yang telah disiapkan oleh instansi tekait, dan turut serta membantu menyalurkan usaha pertanian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 Tentang Irigasi maupun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT/M/2007 dan nomor 33/PRT/M/2007, tersirat bahwa pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A yang dimaksud di atas, adalah suatu pemberdayaan yang diarahkan untuk memandirikan organisasi sehingga dapat berperan secara aktif dalam semua proses kegiatan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi yang dilakukan secara terus menerus atau dengan kata lain tidak sesaat. Misalnya adanya keterlibatan secara langsung pada saat proses kegiatan penyusunan Profil Sosial Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK), proses SID (Survey, Investigasi dan Design), pekerjaan konstruksi, maupun kegiatan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi,(termasuk pembiayaan) dan tentunya tujuan pemberdayaan ini dimaksudkan dalam kerangka untuk terjadinya penguatan dan peningkatan kemampuan kelembagaan itu sendiri menjadi suatu lembaga mandiri, otonom dan berdaya guna bagi anggotanya.